Peningkatan Pangsa Pasar Perbankan
Syariah dalam Menghadapai Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) dengan dana
Ziswaf dan Tabungan Haji
Ilham
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Pendahuluan
Industri Keuangan Syariah di
Indonesia mengalami perkembangan yang cukup pesat. Indonesia sebagai Negara
dengan jumlah populasi penduduk sekitar 237 juta jiwa dimana 85% penduduknya
beragama Islam, memiliki potensi yang cukup besar untuk dapat mengembangkan
Industri Keuangan Islam. Ketertarikan dan perhatian masyarakat terhadap
industri ini juga kian membaik. Asset Industri Keuangan Islam di Indonesia
lebih didominasi oleh perbankan syariah dengan 54% dari jumlah keseluruhan.
Dunia perbankan di tanah air kian marak sejak hadirnya
perbankan syariah yang dimotori oleh Bank Muamalat pada tahun 1992. Keberadaan
perbankan syariah ini dapat kita saksikan di berbagai kota, mulai dari Bank
Umum Syariah (BUS) ataupun Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Jaringan
kantor perbankan syariah juga mengalami pertumbuhan yang sangat pesat, hal ini
karena perbankan syariah dapat dihadirkan dalam bentuk Unit Usaha Syariah
(UUS), sehingga hampir setiap bank memiliki cabang atau unit usaha syariah.
Pertumbuhan perbanak syariah di Indonesia perlu dicermati
kembali. Di samping pesatnya perkembangan perbankan syariah, pertumbuhan
perbankan di Indonesia secara keseluruhan juga mengalami kenaikan. Akibat dari
hal tersebut, market share perbankan syariah terhadap keseluruhan perbankan
masih stagnan di angka 4 -5 %.[[1]]
Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) akan segera dilaksanakan pada
tahun 2015, dibutuhkan market share yang besar sehingga perbankan syariah
memiliki daya saing secara global. MEA ini akan terjadi liberalisasi
besar-besaran di hampir semua sektor, termasuk industri keuangan. Ketika MEA mulai
diberlakukan, pasar Indonesia akan membuka diri sehingga arus perdagangan dan
arus sumber daya akan berputar begitu cepat dari negara-negara kawasan ASEAN.
Apalagi jumlah penduduk di Indonesia merupakan yang terbesar di kawasan ASEAN,
yaitu 40% dari jumlah total penduduk ASEAN.[[2]] Dan hal ini
dapat menjadi sebuah tantangan maupun peluang.
Konsep utama dari MEA adalah menciptakan ASEAN sebagai
sebuah pasar tunggal dan kesatuan basis produksi di mana terjadi free flow atas
barang, jasa, faktor produksi, investasi dan modal serta penghapusan tarif bagi
perdagangan antar Negara ASEAN yang kemudian diharapkan dapat mengurangi
kemiskinan dan kesenjangan ekonomi negara anggotanya, melalui kerja sama yang
saling menguntungkan. Maka, peningkatan market share menjadi sangat penting
dalam menghadapi MEA 2015.
Perkembangan Perbankan Syariah di
Indonesia
Bank syariah adalah suatu lembaga
keuangan yang berfungsi sebagai perantara bagi pihak yang berkelebihan dana
dengan pihak yang kekurangan dana untuk kegiatan usaha dan kegiatan lainnya
sesuai dengan hukum Islam. Selain itu, bank syariah biasa disebut dengan Islamic Banking atau interest fee banking, yaitu system
perbankan dalam pelaksanaan operasional tidak menggunakan system bunga (riba), spekulasi (maisir), dan ketidakpastian atau ketidakjelasan (gharar).[[3]]
Perbankan syariah tentunya berbeda dengan perbankan
konvensional, dan hal yang sangat mendasarinya adalah praktik-praktik yang
terjadi di dalamnya. Jika bank konvensional menggunakan bunga untuk mendasari
segala kegiatannya, dalam bank syariah tidaklah demikian. Bank syariah
menggunakan system bagi hasil antara nasabah dan pihak bank. Keharaman bunga
ini sudah Allah firmankan dalam Q.S Albaqarah: 275:
Artinya:
“…..mereka berkata, sesungguhnya jual
beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba.” (Q.S Albaqarah:
275)
Adapun perkembangan jumlah Bank Umum Syariah (BUS), Unit
Usaha Syariah (UUS), Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS), dan Dana Pihak
Ketiga (DPK) selama tiga tahun berikut adalah:
Kelompok
Bank
|
2011
|
2012
|
2013
|
Bank
Umum Syariah
|
11
|
11
|
11
|
Unit
Usaha Syariah
|
24
|
24
|
23
|
Jumlah
Kantor
|
1.737
|
2.262
|
2.526
|
BPRS
|
155
|
158
|
160
|
Jumlah
Kantor
|
364
|
401
|
399
|
Jumlah
Account (DPK)
|
8,2
|
10,8
|
12,3
|
Jumlah
Pekerja
|
27.660
|
31.578
|
42.062
|
Sumber:
Outlook Perbankan Syariah 2014
Adapun data di atas menggambarkan
bahwa UUS pada tahun 2013 mengalami pengurangan, hal ini dikarenakan adanya
restrukturisasi HSBC Amanah. BUS dan UUS pada tahun 2013 bertambah 264 kantor,
dan jumlah account (DPK) yang dikelola pada tahun 2013 mencapai Rp 12,3 juta
atau meningkat 13,9% pada tahun 2012. Hal ini menunjukkan bahwa perbankan
syariah terus mengalami pertumbuhan.
Memasuki tahun 2014, Bank Indonesia memiliki beberapa
skenario dan faktor-faktor penunjang untuk meningkatkan market share perbankan
syariah. Skenario Pesimis; tekanan ekonomi khususnya, pengaruh eksternal
(defisit transaksi perdagangan dan nilai tukar) masih menghambat kinerja sektor
riil. Skenario Moderat; iB memanfaatkan sumber dana lain, seperti dana haji, private placement dan GRES untuk
meningkatkan sumber dan pemanfaatan dana. Skenario Optimis: kinerja sektor riil
segera pulih di tahun 2014, iB memanfaatkan sumber dana lain untuk meningkatkan
sumber dan pemanfaatan dana, dan realisasi bank BUMN Syariah.
Proyeksi pada akhir 2014, total asset perbankan syariah
diperkirakan Rp 255,2 triliun (pesimis), Rp 283,6 triliun (moderat) dan
maksimal Rp 312 triliun (optimis). Sementara total DPK diperkirakan di kisaran
Rp 209,6 triliun (pesimis), Rp 220,7 triliun (moderat) dan Rp 232,8 triliun
(optimis). Sedangkan total pembiayaan akan mencapau minimal Rp 216,7 triliun
(pesimis), Rp 228 triliun (moderat) dan maksimal Rp 239,5 triliun (optimis).
Berdasarkan tiga skenario tersebut, pangsa pasar perbankan syariah pada akhir
tahun 2014 diperkirakan antara 5,25% - 6,25%.[[4]]
Optimalisasi Maket Share Perbankan
Syariah melalui Dana Ziswaf dan Tabungan Haji
Agustianto, Sekjen Ikatan Ahli
Ekonomi Islam Indonesia (IAEI) dalam tulisannya yang berjudul “Strategi Jitu
Meningkatkan Market Share Bank Syariah” menganalisa ada delapan faktor penyebab
rendahnya market share Bank Syariah.[[5]] Sebagai
berikut:
1.
Tingkat
pemahaman dan pengetahuan umat tentang Bank Syariah masih sangat rendah, bahkan
sebagian tokoh agama tidak memiliki ilmu yang memadai tentang ekonomi islam,
beberapa juga masih berpandangan miring tentang bank syariah.
2.
Belum
ada gerakan bersama dalam skala besar untuk mempromosikan bank syariah.
3.
Terbatasnya
pakar dan SDM ekonmi syariah
4.
Peran
pemerintah masih kecil dalam mendukung dan mengembangkan ekonomi syariah.
5.
Peran
ulama masih relatif kecil. Ulama yang berjuang keras mendakwahkan ekonomi
syariah selama ini terbatas pada DSN dan kalangan akademis tertentu.
6.
Para
akademisi di berbagai perguruan tinggi, termasuk perguruan tinggi Islam belum
optimal.
7.
Bank
Indonesia dan Bank-Bank Syariah belum menemukan strategi jitu dan ampuh dalam
memasarkan bank syariah kepada masyarakat luas.
Untuk mengatasi permasalahan di atas, ada beberapa cara yang
dapat digunakan untuk meningkatkan market share perbankan syariah, diantaranya
adalah dengan dana ZISWAF dan dana Haji. Perbankan syariah dapat bekerja sama
dengan Lembaga Amil Zakat bentukan pemerintah (BAZNAS) ataupun bentukan
masyarakat (Dompet Dhuafa, Rumah Zakat dll).
Menurut BAZNAS, potensi zakat nasional mencapai Rp 270
triliun per tahunnya, namun hal ini memang baru sebatas potensi yang diteliti
oleh peneliti dari BAZNAS, IPB dan IDB. Lembaga Amil Zakat (LAZ) terbesar di
Indonesia –Dompet Dhuafa- telah mengumpulkan Rp 75 miliar hingga Rp 90 miliar
per tahun. Adapun BAZNAS hanya mampu mengumpulkan Rp 50,2 miliar per tahun.
Sedangkan Rumah Zakat mampu mengumpulkan dana sebesar Rp 82,5 miliar per tahun.
Jika dijumlahkan keseluruhan hasil pengumpulan dana dari lembaga-lembaga
tersebut dan dijumlah dengan dana yang berhasil dikumpulkan oleh lembaga-lembaga
yang ada di daerah-daerah maka mencapai mencapai Rp 2,73 triliun atau sekitar
1% dari potensi yang ada.[[6]]
Saat ini, jumlah calon haji yang telah mendaftar mencapai
sekitar 2 juta orang. Artinya, jika jumlah tersebut dibagi jumlah kuota jamaah
haji Indonesia, maka daftar tunggunya (waiting
list) nya bias mencapai hingga 8 atau 10 tahun kedepan. Dan jika jumlah
daftar tunggu calon jamaah haji sudah mencapai angka sekitar 2 juta orang
dengan pembayaran sebesar Rp 25 juta, maka akan terkumpul freshmoney sebesar Rp 50 triliun.[[7]] Dan bahkan
diperkirakan, pada kondisi tertentu kelak akan terjadi lonjakan besar (boom) terhadap pendaftar calon haji.
Jika dana ZISWAF dan dana tabungan haji yang dapat terkumpul
hingga Rp 100 triliun per tahunnya tersebut dapat disalurkan ke perbankan
syariah, maka market share perbankan syariah akan dapat membesar. Namun perlu
diperhatikan bahwa dana ZISWAF ini hanya sekedar wadi’ah dari LAZ yang mana dana tersebut wajib disalurkan kepada
para mustahik. Maka diperlukan Sumber
Daya Insani (SDI) pebankan syariah yang bertanggung jawab dan amanah terhadap
dana-dana tersebut, yang nantinya dapat dikembangkan dan dikembalikan.
Peran pemerintah terhadap penempatan dana ZISWAF dan
tabungan haji juga sangat berpengaruh. Kementrian Agama (KEMENAG) harus
menempatkan dana haji di perbankan syariah, dan bukan kepada perbankan
konvensional. BAZNAS sebagai Badan Amil Zakat juga harus mempayungi semua
Lembaga Amil Zakat di Indonesia untuk menitipkan dananya di perbankan syariah.
Jika hal ini mampu direalisasikan dengan optimal, market
share perbankan syariah di Indonesia akan mampu bersaing dengan perbankan
konvensional, bahkan dapat melebihinya. Dan dengan tantangan MEA 2015, di mana
arus barang, jasa dan keuangan dapat dengan bebas masuk ke suatu negara,
perbankan syariah di Indonesia mampu bersaing dengan berbagai negara di ASEAN.
Kesimpulan
Selama beberapa tahun, perbankan
syariah mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Sejak berdirinya Bank
Muamalat pada tahun 1992 hingga sekarang, jumlah DPK, pembiayaan meningkat
dengan pesat. Namun hal ini perlu disadari bahwa meningkatnya market share
perbankan syariah diimbangi dengan meningkatnya perbankan nasional. Untuk
menghadapi MEA 2015, perbankan syariah perlu berbenah diri agar mampu bersaing
dengan perbankan yang ada di ASEAN. Salah satu yang harus dilakukan perbankan
syariah adalah dengan meningkatkan market share.
Bank syariah adalah salah satu
lembaga keuangan yang menerapkan prinsip-prinsip syariah di dalamnya. Dalam
perjalanannya, jumlah BUS, UUS, dan BPRS beserta kantor-kantornya terus
mengalami pertumbuhan. Di samping hal itu, pada akhir tahun 2014, bank syariah
akan diproyeksikan mengalami penumbuhan market share mencapai 5,25% - 6,25%.
Hal ini dilandasi dengan asumsi-asumsi yang akan terjadi pada tahun 2014.
Tidak bisa dipungkiri bahwa
perbankan syariah mempunyai banyak kendala untuk meningkatkan market share.
Namun, hal tersebut dapat diatasi dengan berbagai cara, salah satunya adalah
dengan memanfaatkan dana ZISWAF yang berada di LAZ dan dengan dana tabungan
haji. Jumlah dana kedua sumber tersebut mencapai kurang lebih Rp 100 triliun
akan menjadi dana segar bagi perbankan syariah. Dan juga untuk masa yang akan
datang akan terdapat lonjakan dana dari dana ZISWAF yang potensinya mencapai Rp
207 triliun ataupun dari dana tabungan haji yang mencapai Rp 200 triliun. Jika
kedua hal ini mampu dioptimalkan, maka market share perbankan syariah di
Indonesia akan mampu bersaing ketika MEA 2015 mulai diberlakukan.
[5] Agustianto, Strategi Jitu Meningkatkan Market Share Perbankan Syariah, artikel
perbankan syariah di http://www.agustiantocentre.com/?p=436 , 2011.
comment 0 komentar
more_vert