MASIGNASUKAv101
1722619076852864293

Peran Agama dalam Pemberantasan Korupsi melalui Pendidikan Anti Korupsi (PAK) di Lembaga Pendidikan formal

Peran Agama dalam Pemberantasan Korupsi  melalui Pendidikan Anti Korupsi (PAK) di Lembaga Pendidikan formal
Add Comments
Tuesday, March 6, 2018



KATA PENGANTAR

Puji dan syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan izinnya karya tulis ini telah telah bisa diselesaikan yaitu yang berjudul “Peran Agama dalam Pemberantasan Korupsi  melalui Pendidikan Anti Korupsi( PAK )di Lembaga Pendidikan formal” Salawat serta salam selalu tercurahkan kepada junjunan kita Rosulullah SAW.
           Penulis mengharapkan dengan selesainya tugas makalah karya tulis ini ada yang bertambah dalam diri kami, khususnya dan umumnya pada semua yang mempelajarinya, yaitu meningkatkan ilmu pengetahuan kita sedikit bertambah, walaupun dalam kenyataan isi dari karya tulis ini masih jauh ada dalam kekurangan. Untuk itu penulis mohon maaf yang sebesar besarnya.
           Harapan penulis karya tulis ini bermanfaat khusus bagi penulis dan umumnya bagi semua yang membacanya, penulis menyadari dari tehnik penyusunan dan penyajian karya tulis ini  masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu penulis mohon maklum dan mohon kritik dan sarannya.

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1  LATAR BELAKANG
            Indonesia adalah bangsa yang terkenal karena kereligiusannya dengan berbagai agama yang dianutnya. Selain terkenal dengan bangsa yang religius sekaligus terkenal bangsa yang terkorup di Asia. Dalam sebuah harian kompas Soekarno pernah mengatakan “Korupsi telah menjadi seni dan bagian dari budaya Indonesia”. Albert Hasibuan (Kompas, 10/6/02 ). Hal itu menunjukan korupsi adalah masalah yang sangat mendesak dan harus segera diatasi dan peran agama sangat berpengaruh dalam perkembangan korupsi.
Padahal,  seperti  kata Samuel Huntington dalam Clash of Civilizations (1996)  dan  Lawrence  E Harrison dalam Culture Matters (2000), budaya korupsi  adalah  penyebab  terjadinya  kemunduran  dan keterbelakangan suatu  masyarakat.  "Sebuah  bangsa  akan  hancur  ketika moralitasnya hancur". penyair  Arab, Syauqi Beik.
Sejauh  terkait  dengan  nilai  dan  moralitas,  agama-agama  memiliki hubungan  dengan  korupsi,  karena  agama-agama  selalu bicara dimensi moral-spiritual.   Namun,   tidak   jelas   keterkaitan   korupsi  dan keberagamaan.  Begitu banyak orang yang dianggap alim dan saleh justru berbuat  korupsi.  Rajin  sembahyang  tidak berkorelasi positif dengan bersih dari korupsi. Penulis menganggap pendidikan Anti korupsi di lembaga pendidikan formal adalah salah satu cara mengurangi perkembangan korupsi di Indonesia sehingga penulis mengambil judu karya ilmiah “Peran Agama dalam Pemberantasan Korupsi melalui Pendidikan Anti Korupsi ( PAK ) dilembaga Pendidikan formal ”. Karena menurut penulis pendidikan anti korupsi perlu digalakkan sejak dini.
Melalui pendidikan Anti korupsi ( PAK ) agama memiliki peran penting dalam pembentukan karakter seseorang seperti pepatah lama mengatakan “ bisa karena biasa” begitupun dengan tindakan korupsi jika sejak dini kita diarahkan dan dilatih untuk tidak korupsi tapi dilatih untuk jujur pada diri kita terlebih dahulu masalah korupsi tidak akan semakin berkembang pesat seperti sekarang ini.
Salah  satu  sebab  korupsi adalah pandangan dunia sebagian masyarakat  yang keliru, yang dipengaruhi nilai-nilai agama dan budaya yang  tidak  kondusif  bagi  kehidupan yang bersih. Bagi banyak orang, agama  atau iman lebih sering membelenggu ketimbang membebaskan. Agama cenderung  melangit,  tidak membumi, mandul, tidak berdaya, kehilangan vitalitas,  kurang  menggerakkan  penganutnya  untuk aktif membebaskan diri dari perbuatan jelek, termasuk korupsi.
Sanksi  agama  umumnya  lebih  bersifat  moral.  Ada  doktrin, seorang pembunuh  bisa  dimaafkan  Tuhan  bila  benar-benar  bertobat (kembali kepada kebaikan). Namun, sanksi manusia tetap harus dilaksanakan, baik yang bersifat moral maupun hukum. Meski penekanan pada sanksi ternyata menjadi  salah  satu  sebab  kegagalan  penanggulangan korupsi, sanksi moral  tetap  efektif dalam usaha antikorupsi. Misalnya, di lingkungan kerja  perlu dibudayakan sanksi moral: bahwa siapa saja yang kedapatan menyuap atau menerima suap harus dikucilkan.

1.2  RUMUSAN MASALAH
Dalam  penyusunan karya ilmiah ini penulis merumuskan beberapa masalah yaitu :
  1. Bagaimana pandangan agama tentang korupsi  sehingga  dapat berperan positif dalam  upaya  pemberantasan  budaya  korupsi?
  2. Bagaimana model pembelajaran pendidikan anti korupsi ( PAK ) dilingkungan pendidikan terhadap pemberantasan korupsi?
1.3  TUJUAN MASALAH
Selain merumuskan beberapa masalah penulis memiliki tujuan dalam penulisan karya ilmiah ini yaitu sebagai berikut :
  1. Dapat mengobyektifikasi agama dengan baik sehingga  dapat berperan positif terhadap   upaya  pemberantasan  budaya  korupsi.
  2. Mengetahui model pembelajaran pendidikan anti korupsi ( PAK ) di lingkungan pendidikan terhadap pemberantasan korupsi dalam pemberantasan korupsi.
BAB II
TELAAH PUSTAKA

2.1    Permasalahan Korupsi
Dampak  korupsi tidak hanya bersifat ekonomis dan politik seperti high cost  economy  dan  kerugian  negara,  tetapi  juga bersifat moral dan budaya,   yang   menyebabkan  bangsa  ini  sulit  keluar  dari  krisis multidimensi.
Korupsi  terkait  dengan  nilai  dan  moralitas,  agama-agama  memiliki hubungan  dengan  korupsi,  karena  agama-agama  selalu bicara dimensi moral-spiritual. Namun,   tidak   jelas   keterkaitan   korupsi  dan keberagamaan.  Begitu banyak orang yang dianggap alim dan saleh justru berbuat  korupsi.  Rajin  sembahyang  tidak berkorelasi positif dengan bersih dari korupsi.
Padahal, agama juga sulit  terpisahkan  dari budaya masyarakat tertentu. Klaim bahwa agama itu serba melingkup justru sering membawa penafsiran agama yang sempit dan   pemaksaan  penafsiran  yang  jarang  menyelesaikan  masalah  itu sendiri.  Keberagamaan  sering  justru menjadi bagian dari masalah itu sendiri yang harus diatasi. Namun,  kita  juga tidak perlu under-estimate, seolah-olah agama tidak mampu  mendorong antikorupsi. Agama itu sendiri berbeda dengan keberagamaan (religiosity). Kesalehan individual  belum  tentu  membawa  kesalehan  sosial  dan profesional. Agama-agama  tidak  membenarkan  kebejatan, ketidakjujuran, dan segala bentuk  amoralitas sosial. Agama-agama mengajarkan moral mulia, budaya malu,  kukuh  dalam kebaikan, gaya hidup sederhana, etos kerja tinggi, serta  orientasi  pada  kemajuan  dan  prestasi. Agama-agama bertujuan memperbaiki moralitas manusia.
Penafsiran  agama  yang  harfiah,  teks-tual, dan kaku seperti doktrin takdir  bahwa  Tuhan  menentukan  segalanya dan manusia cuma nrimo apa adanya,  membawa  keberagamaan  yang  pasif dan tidak liberatif. Agama sebatas  bersifat formal, padahal pada saat yang sama pembusukan moral sedang terjadi.
Menurut Nur Kholis dalam artikelnya “ korupsi dan akibatnya: analisis perspektif ekonomi islam”  jelaslah bahwa korupsi membawa efek negatif yang sangat membahayakan bagi masyarakat, individu, perkembangan politik, birokrasi, dan perkembangan generasi muda .Sebagai spirit untuk memberantas korupsi, perlu diingat firman Allah yang artinya: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah apa yang terdapat pada (keadaan) satu  kaum (masyarakat), sehingga mereka mengubah apa yang terdapat dalam diri (sikap mental) mereka”. (Q.S. 13: 11).
2.2  Hiphotesa
            Penulis memiliki hipotesa alternative ( ha ) yaitu adanya pengaruh peran agama melalui pendidikan anti korupsi ( PAK ) di lingkungan pendidikan dalam pemberantasan korupsi.
2.3.  Pengertian Korupsi
Korupsi secara etimologis berasal dari bahasa Latin, corruptio,   dari kata kerja  corrumpere,   yang berarti:  busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok. Dari bahasa Latin itulah turun ke banyak bahasa Eropa seperti Inggris, yaitu corruption, corrupt; Perancis yaitu corruption; dan Belanda yaitu  corruptie, koruptie. Dari bahasa Belanda inilah kata itu turun ke bahasa Indonesia menjadi korupsi.
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, korupsi berasal dari kata korup yang berarti busuk, palsu, dapat disuap, tidak bermoral, kebejatan, dan ketidakjujuran.
Dalam bahasa Arab, istilah korupsi baru bisa diketemukan dalam kamus-kamus modern seperti Hans Wehr, al-Mawrid, dan Al-Munawwir. Padanan kata korupsi diambil dari kata  risywah,  yang dimaknai uang suap, penyuapan dan korupsi, penyuapan (bribery), korupsi (corruption), dan ketidakjujuran (dishonesty).
Kartono (1983) memberi batasan korupsi sebagi tingkah laku individu yang
menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum dan negara. Jadi korupsi merupakan gejala salah
pakai dan salah urus dari kekuasaan, demi keuntungan pribadi, salah urus terhadap sumber-sumber kekayaan negara dengan menggunakan wewenang dan kekuatan-kekuatan formal (misalnya dengan alasan hukum dan kekuatan senjata) untuk memperkaya diri sendiri.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

Dalam penulisan karya ilimiah ini penulis menggunakan metode sebagai berikut :
1.      kajian pustaka,
yaitu melakukan analisispermasalahan dengan buku, dan artikel di Internet terkait dengan permasalahan dan materi yang dibahas.
2.      Wawancara
Wawancara, digunakan untuk mengidentifikasi kebutuhan, minat, dan persepsi kepala sekolah, guru, dan  siswa terhadap model pendidikan antikorupsi, identifikasi tentang budaya sekolah yang diperkirakan dapat mendukung pelaksanaan PAK di sekolah.
2.   Koesioner
Digunakan sebagai bahan untuk identifikasi  awal akan pemahaman awal kepala sekolah dan guru tentang PAK.
            Teknik analisis yang digunakan dalam  penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk menganalisis data dari hasil wawancara, yang dimaksudkan untuk mencari bentuk utama (mainstream) propotipa pendidikan antikorupsi baik yang menyangkut materi, metodologi, media, dan sumber belajar, maupun teknik evaluasinya. Data tentang pemahaman awal kepala sekolah dan guru tentang pendidikan antikorupsi dianalisis secara deskripstif kuantitaif dengan persentase.


BAB IV
PEMBAHASAN

4.1. Pandangan Agama tentang Korupsi
Menjaga Amanah sebagai Benteng Anti Korupsi. Sebelum membahas hadis-hadis yang spesifik tentang korupsi, akan lebih baik jika dikaji lebih dahulu hadis-hadis tentang pentingnya menjaga amanah.
4.1.1  Menjaga Amanah
Semua tindakan korupsi dimulai dari penyalahgunaan amanah (abuse of trust), yang menjalar menjadi penyalahgunaan kekuasaan/wewenang (abuse of power), baik dalam urusan individu maupun publik. Amanah, diyakini sebagai benteng anti korupsi yang Teologia, Volume 19, Nomor 2, Juli 2008 Kontekstualisasi Hadis-Hadis Anti Korupsi Oleh Fakrur Rozi sangat kuat. Jika benteng amanah telah rusak, maka yang lain pun aka sangat kuat. Jika benteng amanah telah rusak, maka yang lain pun akan rusak.
Rasulullah saw. bersabda tentang pentingnya jujur dan menjaga amanah: Sulaiman Abu Rabi’ telah menceritakan hadis kepada kami, Ismail ibnu Ja’far telah menceritakan hadis kepada kami, Nafi’  ibnu Malik ibnu Abi Amir , yaitu Abu Suhail, telah menceritakan hadis kepada kami dari bapaknya dari Abi Hurairah dari Nabi . bersabda: “Tanda-tanda orang munafik ada tiga: jika berbicara berbohong, jika berjanji ingkar , jika dipercaya berkhianat”. (HR. Bukhari).
Hadis ini sangat tegas dan lugas, bahwa kejujuran, keterbukaan, dan tanggungjawab adalah tanda-tanda pokok keimanan yang harus dipelihara. Tanpa ketiga hal tersebut, walaupun telah banyak beribadah ritual, seseorang layak disebut munafik. Betapa banyak orang berjanji ketika kampanye politik, bersumpah ketika hendak memangku sebuah jabatan, berpidato berapi-api dalam sambutan pelantikan, tetapi semuanya hanya tinggal janji, sumpah palsu dan omong-kosong. Kursi kekuasaan seringkali membuat orang lupa pada janji dan sumpah jabatan yang disaksikan orang banyak serta disaksikan Allah. Harta berlimpah seringkali membutakan mata, menulikan telinga, dan menumpulkan akal budi, sehingga kepercayaan publik yang dibangun sejak lama pun dikorbankan.
Terkait dengan tema kajian ini, tindak korupsi sangat bertentangan dengan prinsip amanah dan kejujuran yang diajarkan dalam agama. Lebih jelas lagi, Rasulullah saw. berpesan tentang akibat pelanggaran atau penyalahgunaan amanah, yaitu sebuah kerusakan total sistem kehidupan masyarakat. Pernyataan Rasulullah saw. ini terbukti, ketika banyak ernyataan Rasulullah saw. ini terbukti, ketika banyak pejabat pemegang amanah menyeleweng, semua sistem sosial kemasyarakatan lambat laun menjadi rusak. Dari Abu Hirairah ra., ia berkata bahwa Rasulullah saw.  bersabda: “Jika amanah disia-siakan, maka tunggulah kehancuran. Kemudian dinyatakan: “bagaimana maksud amanah disia-siakan itu? Rasul menjawab: “Jika suatu perkara (amanat/ pekerjaan) diserahkan pada orang yang tidak ahli (profesional), maka tunggulah
saat kehancuran.” (HR. Bukhari).
Dari hadis diatas, hubungan antara amanah dan keahlian sangatlah erat. Jika keduanya hilang, maka kehancuran akan mengancam. Dan salah satu faktor yang dapat merusak amanah dan profesio Dan salah satu faktor yang dapat merusak amanah dan profesionalitas adalah suap. Seseorang sebelum menjabat, tantangan berlaku jujur mungkin tidak berat. Berbeda halnya, ketika ia sudah menjabat suatu urusan, tawaran suap datang dari kanan dan kiri. Di sini amanah sang pejabat diuji.
Dalam hadis lain, Rasulullah saw. menegaskan hubungan iman dengan amanah dan kaitan ketat agama dengan pemenuhan janji. “Tidak beriman (tidak sempurna iman) orang yang tidak menjaga amanah dan tidak beragama (tidak sempurna agama) seseorang yang tidak menepati janjinya.”(HR. Ahmad).
Amanah sangatlah dijunjung tinggi dalam Islam. Iman, amanah, dan aman berasal dari asal kata yang sama, yaitu a-m-n (Amuna, ya’munu,amnan, amanatan atau dengan mengikuti wazan/struktur kata  af ’alamenjadi amanah, yu’minu, imanan).
Hadis di atas menjelaskan bahwa iman harus dibuktikan dengan sikap amanah dalam berinteraksi sosial. Tanpa sikap amanah, iman menjadi rusak sehingga rasa aman menjadihilang. Jelasnya, jika kecurangan dan korupsi di semua lini, iman dan amanah sudah tidak ada, maka kemanan menjadi problem yang sulit dikendalikan. Akhirnya, kejahatan merajalela dan hukum pun tidak berdaya, karena jika amanah telah tiada, maka hukum dan keadilan bisa diperjual belikan. Selanjutnya, rusaklah tata kehidupan masyarakat dan sendi sendi bangsa dan negara.
4.1.2  Hadis-hadis tentang Korupsi
Dalam kitab-kitab hadis, beberapa istilah yang sering diidentikkan atau   memiliki kedekatan arti dengan korupsi antara lain: Ghulul  dan risywah.
- Ghulul: bentuk korupsi yang sangat popular Ghulul merupakan istilah yang paling banyak digunakan oleh Rasulullah saw. dalam hadis-hadisnya terkait dengan perilaku korupsi atau penggelapan harta publik. Ghulul adalah isim masdar dari kata ghalla ya ghullu ghallan wa ghullun. Artinya, Akhdzu al-syai wa dassabu fi mata’hi” (mengambil sesuatu dan menyembunyikannya dalam hartanya). Ibnu Hajar al-Asqalani mendefinisikan ghullul dengan “ ma yu’khazu min al ghanimati khafiyyatan qabla qismatika (apa saja yang diambil dari barang rampasan perang secara sembunyi-sembunyi sebelum pembagian). Ada juga pendapat yang hampir sama bahwa ghulul dimaknai “akhdzu al syai
wa dassahu fi mata’ibi” (pengkhianatan dalam hal harta rampasan perang).
Semula ghulul merupakan istilah khusus bagi penggelapan harta rampasan perang sebelum dibagikan secara transparan.
Definisi di atas menunjukkan bahwa ghulul terjadi pada penggelapanharta rampasan perang. Hal ini sejalan dengan makna Q.S Ali Imran: dan sejumlah hadis tentang ghulul. Kendati demikian, melihat beberapa hadis lainnya, ghulul juga terjadi pada kasus pegawai/pejabat yang mengambil sesuatu di luar haknya yang diatur secara resmi. Pejabat yang menerima hadiah dari pihak tertentu terkait dengan tugasnya, dan orang yang mengambil tanah orang lain yang bukan haknya. Dengan melihat unsur-unsur yang melingkupinya, cakupan makna ghulul bisa diperluas, dikembangkan hingga ke istilah korupsi dalam berbagai bentuknya yang kini semakin canggih modus operandi-nya dan menjadi duri dalam kehidupan masyarakat.
Hadis-hadis tentang ghulul berikut dinilai mewakili kajian tematik tentang korupsi. Hadis pertama terdapat dalam shahih Bukhari, kitab al-Jihad wa al-sair , nomor 2845: Ali ibn Abdillah telah menceritakan hadis kepada kami. Sufyan telah menceritakan kepada kami. Dari Amr , dari Salim ibn Abi Al-Ja’di, dari Abdullah ibn Umar berkata: bahwa pada rombongan Rasulullah saw. .. Ada seorang bernama Kirkirah yang mati di medan perang. Rasulullah saw. bersabda: “dia masuk neraka”. Para sahabat pun bergegas pergi menyelidiki perbekalan perangnya. Mereka mendapatkan mantel yang ia korup dari harta rampasan perang. (H.R Bukhari).
Banyak sekali kasus korupsi atau suap yang menimpa pejabat public Indonesia mulai dari kasus-kasus kecil hingga kasus besar. Beberapa tindakan berikut dapat dikategorikan sebagai ghulul, misalnya: pejabat/ pegawai yang menggunakan fasilitas negara/publik untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya, pejabat pengadaan barang yang me-mark up (menggelembungkan) biaya pembelian dari yang seharusnya, pegawai parkir yang tidak menyerahkan seluruh pendapatan parkir kepada yang berwenang, petugas pajak yang  kongkalikong dengan wajib pajak dan mengajari bagaimana memperkecil tagihan pajak sembari menerima “hadiah” dari wajib pajak tersebut, pejabat yang tidak mengembalika mengembalikan sarana dinas (kendaraan, rumah dan lain-lain) setelah tidak menjabat lagi. Bahkan, sering kali diberitakan seorang pejabat/pegawai ketika masih Bahkan, sering kali diberitakan seorang pejabat/pegawai ketika masih menjabat dikenal bersih, ternyata setelah berakhir masa tugas, diketahui telah menggelapkan kekayaan negara atau publik.
4.2  Pendidikan dan Transformasi Budaya
Sekolah adalah institusi sosial yang didirikan oleh masyarakat untuk  melaksanakan tugas-tugas pendidikan kepada generasi muda.  Dalam konteks ini  pendidikan dimaknai sebagai proses  untuk memanusiakan manusia untuk menuju kepada kemanusiaannya yang berupa pendewasaan diri. Dengan demikian pendidikan adalah  proses pembudayaan (Hassan, 2004).  Melalui pendidikan disemaikan pola pikir, nilai-nilai, dan norma-norma masyarakat dan selanjutnya ditransformasikan dari generasi ke generasi untuk menjamin keberlangsungan hidup sebuah masyarakat.
Dalam konteks sekolah sebagai lembaga yang melaksanakan transformasi nilai-nilai budaya masyarakat, terdapat tiga pandangan untuk menyoal hubungan antara sekolah dengan masyarakat, yakni  perenialisme, esensialisme dan progresivisme.  Pandangan perenialisme, sekolah bertugas untuk mentrans-formasikan seluruh nilai-nilai yang ada  dalam masyarakat kepada setiap peserta didik, agar peserta didik tidak kehilangan jati diri dan  konteks sosialnya. Esensialisme melihat tugas sekolah adalah menyeleksi nilai-nilai sosial yang pantas dan berguna untuk ditransformasikan pada  peserta didik sebagai persiapan bagi perannya di masa depan.  Peran sekolah yang lebih maju ada pada  progresivisme yang menempatkan sekolah sebagai agen perubahan (agent of change) yang tugasnya adalah mengenalkan nilai-nilai baru kepada peserta didik yang akan mengantarkan peran mereka di masa depan.
Terdapat sejumlah nilai budaya yang dapat ditransformasikan sekolah kepada diri setiap peserta didik agar mereka dapat berperan secara aktif dalam era global yang bercirikan persaingan yang sangat ketat (high competitiveness), yakni: (1) nilai produktif, (2) nilai berorientasi pada keunggulan (par excellence), dan (3) kejujuran  (Hoy dan Kottnap, 1991). Nilai yang berorientasi  pada keunggulan adalah identik dengan motivasi berprestasi seseorang.  Sebagaimana dinyatakan oleh  Mc.Clelland (1962) motivasi berprestasi (need of achievement) merupakan virus mental yang ada pada diri seseorang yang ingin mengerjakan  sesuatu yang sungguh-sungguh melalui serangkaian kerja keras.  Selain itu dapat pula ditambah dengan bentuk-bentuk motivasi lain seperti: motivasi berprestasi merupakan bentuk motivasi yang secara langsung berkorelasi dengan kemajuan ekonomi sebuah bangsa.  
Moral kejujuran adalah moral universal, moral yang dijunjung tinggi oleh bangsa-bangsa modern dan beradab.  Bangunan  masyarakat yang sehat adalah yang didasarkan atas nilai-nilai kejujuran.  Kejujuran pada gilirannya akan menumbuhkan kepercayaan (trust), dan kepercayaan merupakan salah satu unsur  modal sosial.
Sebagaimana dinyatakan oleh Mahbubani (2005) masyarakat yang memiliki modal social yang kuat akan lebih mudah melakukan transformasi perubahan, baik itu perubahan social maupun perubahan budaya.  
Untuk itu tugas pendidikan adalah menanamkan nilai-nilai kejujuran kepada setiap komponen di dalamnya, baik itu siswa, staff guru maupun komponen lainnya. Pendidikan anti-korupsi adalah pendidikan yang berkaitan dengan cara-cara untuk menanamkan kejujuran pada diri peserta didik melalui serangkaian cara dan strategi yang bersifat edukatif (Deal dan Peterson, 1999).
4.3. Pendidikan Antikorupsi
Dalam jangka panjang (long term) keberhasilan praktek penaggulangan dan pemberantasan korupsi tidak hanya bergantung pada aspek penegakan hukum (law enforcement) belaka, namun juga ditentukan oleh aspek pendidikan yakni pendidikan anti-korupsi.  Pendidikan anti korupsi  merupakan fenomena global.  Dikatakan demikian karena sebagian besar negara di dunia mulai dari benua Eropa, Amerika, Asia, Australia, dan bahkan Afrika sudah  melaksanakan praktek pendidikan anti-korupsi.  Penelusuran melalui jaringan  internet menunjukkan  praktek pendidikan anti-korupsi sudah dilaksanakan di negara bekas komunis di kawasan Eropa Timur seperti Polandia, dan Hungaria.  Tidak ketinggalan pula negara-negara di Afrika seperti Nigeria juga sudah mempraktekkan pendidikan anti-korupsi. 
Di Indonesia istilah pendidikan anti-korupsi relatif baru karena belum banyak yang mengenalnya.  Dalam Undang-Undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional khususnya pada bagian kurikulum nasional mulai sekolah dasar hingga perguruan tinggi, secara eksplisit  istilah pendidikan anti korupsi tidak disebutkan. Oleh karena itu, pendidikan anti korupsi dapat dipandang sebagai inovasi pendidikan. Hal ini sesuai  dengan dinamika masyarakat, dari masyarakat yang otoritarian dengan ciri ketertutupan menuju masyarakat demokratis yang menjunjung tinggi keterbukaan dan kejujuran. 
Dengan demikian bangunan masyarakat Indonesia masa depan yang bercorak demokratis hendaknya tidak dapat dipisahkan dengan mata pelajaran pendidikan anti korupsi.  Justru mata pelajaran pendidikan anti-korupsi akan gayut dengan upaya pembentukan tatanan masyarakat yang demokratis yang salah satu cirinya adalah mengutamakan kejujuran.
Menurut Dharma (2003) secara umum tujuan pendidikan  anti-korupsi adalah (1) pembentukan pengetahuan dan pemahaman mengenai bentuk korupsi dan aspek-aspeknya; (2) pengubahan persepsi  dan sikap terhadap korupsi; dan (3) pembentukan keterampilan dan kecakapan baru yang dituduhkan untuk melawan korupsi. Manfaat jangka panjangnya barangkali menyumbang pada keberlangsungan Sistem Integrasi Nasional dan program  antikorupsi. Dalam jangka pendek adalah pembangunan kemauan politik bangsa Indonesia untuk memerangi korupsi (Kesuma, 2004). Dalam pandangan Harmanto dan Suyanto (2005) materi pendidikan anti korupsi di sekolah antara lain adalah: (1) apa dan di mana korupsi itu (2) isu moral, (3) korupsi dan hak asasi manusia, (4) memerangi korupsi, (5) korupsi dan ekonomi pasar, (6) korupsi dan hukum, (7) korupsi dan masyarakat demokrasi. Pendidikan antikorupsi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah program pendidikan antikorupsi yang rencananya akan (1) jika memungkinkan disisipkan  pada mata pelajaran yang sudah ada di  sekolah dalam bentuk perluasan tema yang sudah ada dalam kurikulum dengan menggunakan pendekatan anti-korupsi. Pilihan ini digunakan dengan pertimbangan agar tidak menambah beban kurikulum dan jam belajar siswa.  Namun dapat juga diimplementasikan dalam bentuk (2) mata pelajaran untuk kegiatan ekstra kurikuler siswa. 
4.4. Model Pendidikan Antikorupsi
Belajar dari pengalaman negara lain untuk melakukan pemberantasan korupsi ternyata tidak cukup hanya dengan penegakan hukum, namun harus diikuti oleh pendidikan anti korupsi.  Salah satu contoh dilaksanakannya pendidikan antikorupsi adalah yang dilaksanakan di negara Republik Rakyat China (RRC).  Melalui China on line (Jawa Pos, 30/7/2005) diketahui bahwa seluruh siswa di  jenjang pendidikan dasar diberikan mata pelajaran pendidikan anti korupsi.  Tujuannya adalah untuk memberikan “vaksin” kapada pelajar dari bahaya korupsi.  Adapun harapan jangka panjangnya adalah generasi muda China bisa melindungi diri di tengah gempuran pengaruh kejahatan korupsi. Keterlibatan pendidikan formal dalam kasus pemberantasan korupsi sebenarnya bukan hal baru, justru memiliki kedudukan strategis.  Sejalan dengan pandangan progresivisme, sekolah adalah agen perubahan sosial yang bertugas mengenalkan nilai-nilai baru kepada masyarakat (Pol, dkk, 2005).
Untuk berpartisipasi dalam gerakan pemberantasan korupsi ada dua hal yang dapat dilakukan oleh sekolah.   Pertama, proses pendidikan harus menumbuhkan kepedulian tulus, membangun penalaran  obyektif, dan mengembangkan perspektif universal pada individu.    Kedua, pendidikan harus mengarah pada penyemaian strategis, yaitu kualitas pribadi  individu yang konsekuen dan kokoh dalam keterlibatan politiknya.  Integritas mensyaratkan bukan hanya kedewasaan dan kemauan, tetapi keberanian individu  dalam mempertahankan kejujuran dan kesederhanaan sebagai prinsip dasar keterlibatan politik (Suwignyo, 2005).
Pendidikan anti korupsi secara umum dikatakan sebagai pendidikan koreksi budaya yang bertujuan untuk mengenalkan cara berfikir dan nilai-nilai baru kepada peserta didik (Dharma, 2004).  Dalam pendidikan anti korupsi harus mengintegrasikan tiga domain, yakni domain pengetahuan (kognitif), sikap dan perilaku (afeksi), dan ketrampilan (psikomotorik).  Implementasi pendidikan anti  korupsi di jenjang sekolah bisa menggunakan strategi inklusif, eksklusif maupun studi kasus. Untuk jenjang pendidikan dasar dengan mempertimbangkan kematangan berfikir siswa dan padatnya jam pelajaran maka dapat digunakan strategi inklusif, yang ditempuh dengan cara menyisipkan pendidikan antikorupsi ke dalam sejumlah mata pelajaran yang sudah ada.  Untuk jenjang pendidikan menengah dapat digunakan pendekatan eksklusif yang menyajikan pendidikan antikorupsi sebagai sebuah mata pelajaran namun tidak bersifat kurikuler atau dalam kurikulum muatan lokal (institusional).  Namun demikian implementasi pendidikan antikorupsi di sekolah tidak akan efektif jika tidak disertai dengan  law enforcement atau penegakan hukum.  
Segala pelanggaran dalam praktek pendidikan antikorupsi hendaknya diberikan sanksi yang tegas.  Perilaku menyontek saat ujian dan  penjiplakan terhadap karya orang lain misalnya adalah dua contoh pelanggaran yang dimaksud. Realitas menunjukkan bahwa perilaku menyontek oleh beberapa kalangan peserta didik diberi makna baru, yakni sebagai cara dan strategi untuk meringankan beban biaya orang tua.  Karena melalui menyontek peserta didik akan memperoleh nilai bagus dan cepat lulus sekolah.  Sebagai ilustrasi dari penanaman sikap anti \korupsi dapat dilihat dari pemberian sanksi kepada mahasiswa  College of Education National University Singapura. 
Sebagaimana dituturkan oleh Budi Darma di perguruan tinggi tersebut  mahasiswa yang ketahuan menyontek akan memperoleh sanksi (1) dikeluarkan dari universitas, (2) tidak akan  diterima di seluruh universitas di Singapura, (3) tidak boleh menjadi guru dan pegawai negeri, serta (4) didenda 40 ribu dolar singapura. Karenanya, implementasi pendidikan anti \korupsi di sekolah agar efektif dalam misinya sebagai pendidikan koreksi budaya perlu memperhatikan hal-hal berikut: (1) Pada tingkat materi ajarnya perlu mencakup tiga domain yakni kognitif, afektif, dan psikomotor, (2) Pada aspek  metodologi  pengajaran guru dapat menggunakan berbagai metode dan model pengajaran yang sesuai dengan permasalahan dan kematangan siswa. Namun prinsipnya adalah melibatkan siswa secara aktif dan kreatif dalam kegiatan pembelajaran. Penggunaan multi media juga dianjurkan untuk membuat pembelajaran menjadi semakin menarik, (3) Pada tingkat sumber belajar perlu digunakan berbagai sumber seperti sumber bahan cetakan (Koran) maupun elektronik (televisi)  maupun internet,  sumber orang dan lingkungan.  Sumber orang dapat berupa  tokoh-tokoh masyarakat yang berperan sebagai penegak hukum seperti polisi, hakim, jaksa, dan KPK, (4) Untuk  evaluasi kinerja siswa dapat mempergunakan bentuk asesmen dan evaluasi autentik yang tidak hanya mengukur aspek verbal dan  kognitif siswa,  namun juga mengukur karakter, ketrampilan, kewaspadaan dan cara berfikirnya dalam mengatasi masalah. Implementasi pendidikan antikorupsi perlu disertai dengan  law enforcement namun tetap dalam konteks edukatif serta sebagai media untuk menumbuhkan motivasi belajar. (Suyanto dan Harmanto, 2005). 

4.5.  Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran
Menurut Johnson (2002:24 dalam Nurhadi, dkk. 2004:14) ada delapan komponen utama dalam sistem pembelajaran kontekstual, yakni: (1) Melakukan hubungan yang bermakna. Siswa dapat mengatur diri sendiri sebagai orang yang belajar secara aktif dalam mengembangkan minatnya secara individual, orang yang dapat bekerja sendiri atau bekerja dalam kelompok, (2) Melakukan kegiatan-kegiatan yang signifikan, seperti mengharuskan siswa untuk membuat hubungan-hubungan antara sekolah dengan berbagai konteks  nyata, (3) Menjadi pebelajar mandiri (self regulated learner), siswa melakukan pekerjaan yang signifikan:ada tujuannya, ada urusannya dengan orang lain, ada hubungannya dengan penentuan pilihan, dan ada produknya/hasilnya yang sifatnya nyata, (4) Bekerja sama – siswa dapat bekerja sama.  Guru membantu siswa bekerja secara efektif dalam  kelompok, membantu mereka memahami bagaimana mereka saling mempengaruhi dan saling berkomunikasi, (5) Berpikir Kritis dan Kreatif – Siswa dapat menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi secara kritis dan kreatif:dapat menganalisis, membuat sintesis, memecahkan masalah, membuat  keputusan  dan menggunakan logika dan bukti-bukti, (6) Mengasuh atau memelihara pribadi siswa – Siswa memelihara
pribadinya: mengetahui, memberi perhatian, memiliki harapan-harapan yang tinggi, memotivasi dan memperkuat diri sendiri, (7) Mencapai standar yang tinggi – Siswa mengenal dan mencapai standar yang tinggi;mengidentifikasi tujuan dan memotivasi siswa untuk mencapainya, (8) Menggunakan penilaian autentik – Siswa menggunakan pengetahuan akademis dalam konteks dunia nyata untuk suatu tujuan yang bermakna.

BAB V
PENUTUP

5.1.Kesimpulan
Pada dasarnya setiap orang sadar akan sisi negative dari korupsi itu sendiri dan mereka mengetahui hokum dan aturan tentang korupsi tetapi mereka juga tanpa sadar sering kali melakukan korupsi baik dari hal terkecil sampai yang terbesar. Selain itu mereka mengetahui bahwa peran agama sangat penting dalam pemberantasan korupsi sesuai dengan salah satu hadist yaitu :
Dari Amr , dari Salim ibn Abi Al-Ja’di, dari Abdullah ibn Umar berkata: bahwa pada rombongan Rasulullah saw. .. Ada seorang bernama Kirkirah yang mati di medan perang. Rasulullah saw. bersabda: “dia masuk neraka”. Para sahabat pun bergegas pergi menyelidiki perbekalan perangnya. Mereka mendapatkan mantel yang ia korup dari harta rampasan perang. (H.R Bukhari).
Kalangan berpendidikan tidak menjamin bersih dari korupsi tetapi dengan paradigma bahwa lingkungan pendidikan adalah lingkungan yang bisa merubah seseorang dari yang tidak baik menjadi baik sehingga Pendidikan Anti Korupsi memiliki peluang besar  dimana di lembaga pendidikan terjadinya transformasi budaya.
Dalam jangka panjang (long term) keberhasilan praktek penaggulangan dan pemberantasan korupsi tidak hanya bergantung pada aspek penegakan hukum (law enforcement) belaka, namun juga ditentukan oleh aspek pendidikan yakni pendidikan anti-korupsi. 
Di Indonesia istilah pendidikan anti-korupsi relatif baru karena belum banyak yang mengenalnya.  Dalam Undang-Undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional khususnya pada bagian kurikulum nasional mulai sekolah dasar hingga perguruan tinggi, secara eksplisit  istilah pendidikan anti korupsi tidak disebutkan. Oleh karena itu, pendidikan anti korupsi dapat dipandang sebagai inovasi pendidikan. Hal ini sesuai  dengan dinamika masyarakat, dari masyarakat yang otoritarian dengan ciri ketertutupan menuju masyarakat demokratis yang menjunjung tinggi keterbukaan dan kejujuran. 
Dan model dari pendidikan anti korupsi harus mengintegrasikan tiga domain, yakni domain pengetahuan (kognitif), sikap dan perilaku (afeksi), dan ketrampilan (psikomotorik).  Implementasi pendidikan anti  korupsi di jenjang sekolah bisa menggunakan strategi inklusif, eksklusif maupun studi kasus.

5.2 Saran
Kurikulum pendidikan anti korupsi ( PAK ) yang telah diuraikan di atas harus kembali ditegalakkan disetiap lembaga pendidikan karena masalah korupsi adalah masalah yang sangat signifikan dimana lembaga pendidikan adalah tempat berkumpulnya agen of change.

DAFTAR PUSTAKA

Azyumardi Azra, “Agama dan Pemberantasan Korupsi” dalam Pramono
U. Tanthowi, dkk. (Ed.), Membasmi Kanker Korups, Jakarta: PSAP,2005
A.W. Munawir, Kamus al-Munawwir Arab – Indonesia Terlengkap,
Krapyak:PP al-Munawwir, 1984
Al-Munawi, Muhammad Abdu al-Ra’uf, al-Tauqif ‘ala Muhimmaati al-Ta’rif,
Beirut: Dar al-Fikr, 1410 H/1990 M
Andi Hamzah, Pemberantasan Korupsi melalui Hukum Pidana Nasional dan
Internasional, Jakarta: Rajawali, 2006
Azyumardi Azra, Kompas,  5 September 2003.
Bukhari, Shahih al-Bukhari: Kitab al-Iman, Beirud: Dar al-Fikr, 1420 H/
2000 M, jilid I
Deal, T.E., and Peterson, K. D. 1999. Shaping School Culture.
San Fransisco:Jossey-Bass
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,  Kamus Umum Bahasa
Indoneisia, Jakarta: Balai Pustaka, 1995.
Dharma, Budi. 2004. Korupsi dan Budaya. dalam Kompas, 25/10/2003
Hans Wehr, A Dictionary of Modern Written Arabic, Beirut: Libraire du
Liban, 1980, cet. Ke-3
Harmanto dan  Suyanto, Totok. 2005. Peningkatan Perolehan Belajar Mahasiswa Melalui Rekonstruksi Matakuliah Dasar dan Konsep Pendidikan Moral dengan Pendekatan Kontekstual.
Surabaya: Tidak diterbitkan.
Hassan, Fuad.2004.  Pendidikan adalah pembudayaan:dalam Pendidikan Manusia Indonesia.
Jakarta: Penerbit Kompas.
Kartono, Kartini. 1983. Pathologi Sosial. Jakarta. Edisi Baru. CV. Rajawali Press.
Kesuma, D. 2004.  Pendidikan Antikorupsi dalam  Sistem Pendidikan Nasional
Indonesia Sebagai Sebuah Keniscayaan. Makalah disajikan dalam Konvensi
Nasional Pendidikan Indonesia V di Surabaya 5-9 Oktober 2004.  
KPK, Mengenali dan Memberantas Korupsi Jakarta: KPK, 2006, h.
12.385 Teologia,  Volume 19, Nomor 2, Juli 2008
Kompas. Surat Kabar Harian. Jakarta. Bulan Oktober sampai Desember 1989.
Kontekstualisasi Hadis-Hadis Anti Korupsi Oleh Fakrur Rozi
Measuring  Organizational Climate. Newbury Park, CA:Sage
Jawa Pos. 30/7/2005. Mata Pelajaran Antikorupsi di China.
Muslim, Shahih Muslim: Kitab al-Iman, no. hadis 165.
Nurhadi, dkk. 2004. Pembelajaran Kontekstual. Malang: UM Press.  Topic “Anti-corruption education.Transparency and accountability in
Education”.
Pol, M., Hlouskova, L., Novotny, P., Vaclavikova, E., Zounek, Z.
2005.  School Culture as an object of research. Tanpa penerbit.
Saleh, Wantjik. 1978. Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia. Jakarta.
Penerbit Ghalia Indonesia.
Suwignyo, Agus.2005. Pendidikan dan Pelibatan Politik.dalam Kompas, 30/5/2005
bangoprek

Halo Semuanya, Salam salim. Perkenalkan saya Bangoprek, bukan nama asli, nama aslinya sudah pada tahu kan? Oke mari kita lanjut kepoin template sederhana buatan saya.

Pekerjaan terbaik adalah mengerjakan hobimu sendiri.